Petugas mengenakan alat pelindung diri (APD) jas hujan yang tidak layak di RSUD Soesilo, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. | Oky Lukmansyah/Antara

Akselerasi Penularan Meningkat

WHO meminta Asia Tenggara makin agresif cegah Covid-19.

JAKARTA – Pemerintah mengumumkan akselerasi jumlah penularan Covid-19 yang kian meningkat di Indonesia. Hal itu disampaikan di sela-sela desakan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) agar pemerintah di Asia Tenggara semakin agresif menangani penyebaran Covid-19 di kawasan tersebut.

 

Pada Rabu (18/3), Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Korona Achmad Yurianto mengungkapkan, terjadi peningkatkan jumlah kasus positif Covid-19 sebanyak 55 orang. Artinya, total ada 227 kasus positif Covid-19 di Indonesia dengan jumlah kematian menjadi 19 orang dan pasien yang sembuh sebanyak 11 orang.

 

"Memang saat ini sedang akselerasi untuk menjadi semakin naik jumlah penderita. Ini kita maklumi dan menjadi gambaran yang lazim di beberapa negara lain terkait fase-fase awal dari munculnya kasus positif Covid-19," kata Yuri dalam keterangan pers, Rabu (18/3).

 

Daerah lokasi pasien positif juga kian meluas. Kemarin, ditemukan satu kasus di Yogyakarta, satu kasus di Sumatra Utara, satu kasus di Lampung, satu kasus di Riau, dan satu kasus di Kalimantan Timur. Daerah-daerah itu merupakan daerah sebaran baru. Sedangkan, di daerah sebaran lama, ada tambahan 30 kasus positif di DKI Jakarta, 4 kasus positif di Banten, 12 kasus di Jawa Barat, dan 2 kasus di Jawa Tengah.

 

Angka yang disampaikan pemerintah kemarin juga menunjukkan tingkat kematian yang relatif tinggi pada 8,4 persen. Persentase itu sama dengan di Filipina (17 kematian dari 202 kasus) sekaligus yang tertinggi di dunia, diikuti Italia sebesar 7,9 persen (2.053 kematian dari 31.506 kasus), dan Iran pada 6,5 persen (1.135 kematian dari 17,361 kasus). Di Cina, tempat asal virus mewabah, persentase kematiannya saat ini pada 4 persen (3.237 kematian dari 80.894 kasus).

COVID -19 DI ASIA TENGGARA

Yuri menganggap kenaikan jumlah kasus positif Covid-19 yang signifikan dalam beberapa waktu ke depan merupakan pola yang lazim di fase awal penyebaran Covid-19. Yuri bahkan memprediksi Indonesia akan menghadapi jumlah penderita Covid-19 yang bertambah pesat. Meski begitu, ia berharap rentang waktunya tidak terlalu lama.

 

"Diharapkan pada April (2020) kita sudah melihat hasilnya dan kita berharap ini sudah mulai terkendali. Tapi, saat sekarang memang betul sedang naik karena contact tracing kita lakukan secara intens sehingga kita menemukan semakin banyak kasus ini," ujar Yuri.

 

Penambahan pasien positif Covid-19, menurut Yuri, disebabkan dua hal. Pertama, penelusuran terhadap siapa pun orang yang sempat melakukan kontak langsung dengan pasien positif Covid-19 gencar dilakukan. Kedua, semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk secara mandiri meminta diperiksa. "Ini sebuah tantangan besar kita. Kesadaran masyarakat semakin meningkat, tentunya sarana fasilitas agar mereka bisa dicek melalui lab bisa kita tingkatkan," ujarnya.

 

Terkait hal itu, pemerintah mulai mengkaji cara melakukan pemeriksaan virus korona secara cepat atau rapid test. Yuri menjelaskan, rapid test ini berbeda dengan pemeriksaan yang selama ini dilakukan.

Memang saat ini sedang akselerasi untuk menjadi semakin naik jumlah penderita. Ini kita maklumi dan menjadi gambaran yang lazim di beberapa negara lain terkait fase-fase awal dari munculnya kasus positif Covid-19.

Menurut Yuri, rapid test ini akan menggunakan spesimen darah dan tidak membutuhkan spesimen dari tenggorokan. Pemeriksaan ini juga dapat dilaksanakan di hampir seluruh laboratorium kesehatan yang ada di rumah sakit di Indonesia.

 

Hasil dari metode uji tersebut dapat diketahui secepat-cepatnya 30 menit hingga tiga jam. Namun, kata Yuri, pasien yang terinfeksi virus kurang dari sepekan masih mungkin terbaca negatif.

 

Percepatan penularan di Asia Tenggara juga disampaikan WHO, kemarin. "Situasinya berubah dengan cepat. Kita perlu meningkatkan upaya pencegahan," kata Direktur Regional WHO di Asia Tenggara Dr Poonam Khetrapal Singh dalam pernyataannya kemarin.

 

Menurut dia, kian banyak klaster-klaster penularan baru terdeteksi di Asia Tenggara. Ia meminta negara-negara meningkatkan upaya membatasi pergerakan warga.

 

Selain itu, warga juga diharapkan meningkatkan upaya menjaga jarak satu sama lain. Hal itu, menurut dia, bisa mengurangi transmisi virus dan meringankan beban fasilitas kesehatan. "Kita jelas perlu melakukan lebih. Ini sudah mendesak," kata Singh

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta masyarakat secara bersama-sama memahami kegentingan yang sedang dihadapi dan ikut melakukan upaya antisipasi. "Kita harus mengantisipasi bersama dan bersatu padu, bergandengan tangan," ujarnya selepas pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kemarin.

 

Di tempat yang sama, Anies meminta semua warga selalu dalam kondisi bersih, rutin mencuci tangan, dan menjalankan kebijakan bekerja dari rumah, belajar di rumah, serta beribadah di rumah. "Ini adalah cara-cara yang bisa dikerjakan secara masif oleh setiap kita, maka kita menjadi orang yang ikut menghentikan penyebaran Covid-19,” kata Anies.

 

Terus bertambahnya kasus orang positif terinfeksi Covid-19 juga membuat anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia gelisah. Mereka mempertanyakan yang telah disiapkan pemerintah termasuk alat perlindungan diri (APD) untuk mereka saat menangani pasien.

 

"Kami gelisah, karena yang sudah disiapkan pemerintah apa? Karena katanya mau ditambah fasilitas di rumah sakit seperti APD. Sedangkan jumlah APD kan terbatas," ujar Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah saat dihubungi Republika, Rabu (18/3).

 

Sebab, dia menambahkan, peralatan dan fasilitas di RS termasuk APD harus disiapkan sesuai standar. Padahal, dia menambahkan, biasanya APD digunakan hanya dalam beberapa jam, tetapi faktanya APD bisa digunakan selama satu shift. Padahal itu tidak sesuai, apalagi jumlahnya terbatas.

 

"Jika APD belum dilengkapi pemerintah, ini jadi riskan untuk perawatnya," ujarnya.

 

Selain itu ia khawatir kebijakan ini bisa menambah beban tugas perawat tanpa pengganti tenaga. Padahal ia menjelaskan kalau seorang perawat bertugas terus-menerus pasti merasa kelelahan. Kemudian selain ikut menangani pasien positif corona, ia mengakui para tenaga kesehatan tersebut juga pasti memikirkan keluarganya, termasuk anaknya jika masih kecil.

 

"Nah ini kebijakannya seperti apa dari pemerintah? Harus jelas. Saya belum dengar dan bisa jadi persoalan," ujarnya.

 

Ia meragukan dan mempertanyakan apakah ada relawan yang bersedia mengganti perawat tersebut karena mencari tenaga pengganti diakuinya susah. Padahal, ia menegaskan sejauh ini perawat menjadi tenaga medis terdepan dalam bencana apapun.  "Jadi seharusnya solusinya bersifat komprehensif dan manajemen penggantian shift atau tenaga relawan harus jelas," katanya.

COVID -19 DI ASIA TENGGARA

COVID -19 DI ASIA TENGGARA